Renungan Kristen Sehari-hari
Ryan Hreljac adalah seorang anak laki-laki berumur duabelas tahun. Ryan tinggal bersama keluarganya di sebuah desa, di perbatasan kota Kemptville. Kota Kemptville terletak di sebelah selatan Ottawa , ibu kota Kanada. Jarak Kemptville dan Ottawa dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih setengah jam.
Meskipun usianya masih sangat muda. Ryan kecil punya sebuah mimpi yang sangat besar. Ryan ingin melihat semua orang Afrika bisa minum air bersih! Sejak berumur enam tahun dan masih duduk di kelas satu SD, Ryan sudah bekerja keras agar mimpinya dapat menjadi kenyataan. Karena kerja kerasnya itu, Ryan terpilih untuk menerima hadiah istimewa: pada tanggal 16 Oktober 2003 ia menerima Komuni Kudus langsung dari tangan Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II dalam Misa Peringatan 25 tahun masa kepausan beliau! Yuk, kita simak obrolan Kak Dewi dengan Ryan dan Susan (mamanya Ryan).
D : Hai, Ryan! Bagaimana perasaanmu ketika terpilih untuk menerima Komuni Kudus dari Bapa Suci Yohanes Paulus II dalam Yubileum Perak Kepausan beliau?
R : Wah! Saya merasa mendapat kehormatan yang luar biasa! Sampai sekarang, saya kadang-kadang masih merasa tidak percaya bahwa saya terpilih!
D : Bagaimana ceritanya sampai kamu bisa terpilih?
R : Romo Alvaro Correa memintakan izin dari Vatikan agar saya boleh menerima Komuni tersebut. Romo Alvaro adalah pastor yang berasal dari Meksiko dan bekerja di Roma. Beliau mengajar di seminari-seminari. Bulan Februari yang lalu, beliau membaca sebuah tulisan tentang kegiatan saya dalam majalah Italia bernama "Familiar Christiana" dan sejak itu kami berteman.
D : Apa saja kegiatanmu selama di Roma?
R : Saya bersama Papa dan Mama melewatkan beberapa hari yang sangat menyenangkan bersama Romo Alvaro. Saya juga berbicara di beberapa sekolah dan gereja di utara Italia sebelum ke Roma. Perjalanan kami kali ini diatur oleh sekelompok anak muda dari kota Cremona . Saya bertemu dengan banyak orang yang mengagumkan dan menyimpan banyak kenangan.
D : Bisa ceritakan, sejak kapan kamu mempunyai mimpi yang begitu hebat?
R : Waktu itu, tahun 1997, umur saya masih 6 tahun dan duduk di kelas satu SD. Suatu hari, bu guru Prest bercerita tentang orang-orang di Afrika yang sangat miskin dan menderita. Saya sangat iba mendengar bahwa ada orang-orang yang tidak bisa minum air bersih. Mereka minum air kotor dari rawa dan sungai yang membuat mereka sakit dan mati. Kata bu guru, kalau saya punya uang 70 dolar, saya bisa menolong mereka. Jadi, sepulang sekolah, saya minta uang pada Papa dan Mama.
D : (Bertanya kepada Susan) Lalu, bagaimana reaksi Papa dan Mama?
S : Kami bangga dengan ketulusan hati Ryan, tapi bingung juga. Kami tidak bisa membayangkan bagaimana caranya seorang anak kelas satu SD dari Kanada mau menggali sebuah sumur untuk orang-orang di Afrika! Tapi saya dan Mark, suami saya, sangat percaya bahwa keinginan Ryan itu adalah panggilan Tuhan dan kami sepakat untuk mendukungnya. Kami beri dia semangat untuk melakukan pekerjaan tambahan di luar tugas rutinnya memberi makan anjing dan merapikan tempat tidur pada saat itu. Untuk semua pekerjaannya, dia akan mendapat upah.
D : Kemudian, apa yang kamu lakukan, Ryan?
R : Setiap malam saya berdoa, "Tolonglah, Tuhan, berkati Papa dan Mama serta abang dan adik saya. Dan tolonglah agar semua orang di Afrika bisa minum air bersih." Saya percaya, doa seorang anak kecil bisa mendatangkan rahmat Tuhan yang membuat mimpi menjadi kenyataan! Tapi saya juga tahu bahwa supaya mimpi menjadi nyata, saya harus bekerja keras dengan sepenuh hati. Jadi, selama beberapa minggu saya membantu membersihkan perabotan rumah, memberi makan anjing dan merapikan tempat tidur. Saya juga membersihkan jendela, menyapu garasi, membantu tetangga membersihkan halaman rumah, memunguti ranting-ranting pohon yang berserakan di jalan setelah badai es, mengumpulkan pucuk pinus untuk nenek yang suka membuat kerajinan tangan. Setiap sen upah yang saya terima, saya tabung. Setiap malam, saya selalu mengakhiri doa dengan kalimat, "Tuhan, tolonglah saya agar bisa mendapatkan air bersih untuk orang- orang miskin di Afrika."
D : Lalu, apa yang terjadi?
R : Empat bulan kemudian, Papa dan Mama mengantar saya ke kantor WaterCan, sebuah organisasi di Ottawa yang menangani penggalian sumur-sumur di Afrika. Saya perlihatkan seluruh uang tabungan saya kepada Nicole Bosley, direktur organisasi tersebut. Eh, dia bilang, "Terima kasih, Ryan. Tapi 70 dolar hanya cukup untuk membeli sebuah pompa. Untuk menggali sebuah sumur, kamu perlu 2.000 dolar". Jadi saya jawab,"Baiklah, saya akan bekerja lebih keras lagi."
D: Apa yang kamu lakukan sesudah itu?
R : Saya kerja keras dari musim semi, musim panas hingga musim gugur. Setiap minggu, saya mendapat beberapa dolar dan saya tabung. Brenda, teman Mama yang bekerja di koran "the Kemptville Advance", menulis sebuah cerita tentang proyek saya. Beberapa pembaca yang tergerak hatinya mulai memberikan sumbangan. Kemudian, koran "the Ottawa Citizen" juga menerbitkan cerita tentang "Sumur Ryan".
Ketika saya berumur 7 tahun, sebuah stasiun televisi menayangkan cerita tentang mimpi saya. Sumbangan mulai membanjir dan saya berhasil mengumpulkan 1.000 dolar. Kemudian, The Canadian International Development Agency yang bekerja sama dengan WaterCan, menghadiahkan program penggandaan. Untuk setiap dolar yang berhasil saya kumpulkan, mereka akan menyumbangkan sejumlah yang sama, sehingga menjadikannya dua kali lipat.
D : Wah, berarti, pada umur 7 tahun, kamu sudah mengumpulkan 2.000 dolar, dana yang cukup untuk menggali sebuah sumur di Afrika!
R: Begitulah. Syukur kepada Tuhan. Saya dan Mama lalu diundang ke pertemuan khusus dengan WaterCan. Dalam pertemuan itu, saya bertemu Gizaw Shibru, direktur the Canadian Physicians for Aid and Relief (CPAR) untuk Uganda . Kami berdua memilih tempat untuk sumur yang akan digali, sumur pertama saya. Kami memilih Angolo Primary School . Shibru menjelaskan bahwa sumur itu akan digali dengan tangan karena biaya untuk pengeboran sangat mahal. Untuk mengebor sebuah sumur kecil saja diperlukan 25.000 dolar. Spontan saya berkata, "Mungkin saya bisa mulai mengumpulkan uang untuk pengeboran supaya Anda bisa menggali lebih banyak sumur."
D : Luar biasa. Jadi, kamu semakin giat menggalang dana lagi sesudah itu?
R : Ya, dengan dukungan seluruh keluarga. Keegan, adik saya, membantu menempelkan perangko pada surat-surat yang akan saya kirim. Jordan , abang saya, membantu membuat peralatan audio visual supaya saya bisa memberi presentasi yang meyakinkan tentang proyek saya.
D : Bagaimana caramu membagi waktu untuk studi dan untuk semua kegiatanmu?
R : Setiap hari, setelah mengerjakan PR, saya mengunjungi sejumlah klub untuk menyampaikan presentasi tentang proyek saya. Semakin banyak saya memberi presentasi, semakin banyak sumbangan yang datang. Teman-teman sekelas saya di kelas dua menempatkan sebuah kotak sumbangan di ruang kelas dan memulai kampanye sahabat pena dengan murid-murid Angolo Primary School . Sahabat pena saya yang pertama adalah Jimmy Akana, seorang anak yatim piatu yang pada waktu itu berumur 8 tahun.
BULAN Januari 1999, keluarga Hreljac menerima kabar bahwa Sumur Ryan telah menjadi berkat bagi banyak orang kampung yang kehausan. Malam itu, Ryan menambahkan satu permohonan dalam doanya, "Tuhan, jagalah sahabat-sahabat saya, Jimmy dan Gizaw, dan izinkan saya melihat sumur saya suatu hari nanti." Orangtua Ryan mengatakan bahwa mereka bisa mulai menabung supaya dapat pergi ke Uganda , tetapi mungkin Ryan perlu menunggu sampai umur 12 tahun agar tabungan mereka cukup untuk biaya perjalanan itu.
Tetangga sebelah rumah keluarga Hreljac, Beverly dan Bruce Paynter, sering melakukan perjalanan dengan pesawat terbang dan memperoleh point penerbangan gratis yang diberikan perusahaan penerbangan sebagai ungkapan terima kasih untuk perjalanan mereka. Pada tanggal 1 Januari 2000, suami isteri tersebut menghadiahkan semua point yang mereka kumpulkan kepada keluarga Hreljac.
Bulan Juli 2000, Mark, Susan dan Ryan terbang ke Afrika menggunakan sumbangan dari tetangga sebelah, ditambah sumbangan dari beberapa donatur lain. Gizaw Shibru menjemput mereka dengan sebuah truk. Ketika mereka tiba di Angolo, ratusan orang berdiri di sepanjang jalan sambil bersorak, "Rayan! Rayan! Rayan!" Anak-anak sekolah berseragam putih biru berdiri di sepanjang jalan dan bertepuk tangan ketika Ryan berjalan menuju sumurnya. Sumur itu dihiasi bunga-bunga dan diukir dengan tulisan: Sumur Ryan, dibangun oleh Ryan H. Di sanalah Ryan berjumpa dengan Jimmy untuk pertama kalinya. Mereka. memompa bersama dan memancarlah air bening dari saluran pompa tersebut. Kedua anak laki-Iaki itu bersama-sama menadah air dengan tangan mereka dan meminumnya. Air yang telah mereka mimpikan bersama sejak lama!
Di bawah ini adalah cerita Susan tentang Jimmy Akana:
Jimmy Akana lahir di desa Otara, wilayah Abela, negara bagian Otwal pada tahun 1989. Dalam usia sangat muda, dia sudah ditinggal mati oleh ayahnya. Pada saat ayahnya meninggal, ibunya diculik oleh sekelompok orang bersenjata yang membenci umat Katholik dan diperkirakan sudah terbunuh. Pada tahun 1994, Sophia Ameny, tantenya yang tinggal di Otwal mengadopsi Jimmy. la tinggal bersama tantenya hingga musim panas tahun 2002 ketika kegiatan pemberontakan di daerah tersebut semakin menjadi-jadi dan keluarga Sophia Ameny terpaksa mengungsi.
Jimmy mulai bersekolah pada tahun 1996. Nilainya selalu berada di peringkat atas. Itulah sebabnya kami memilih Jimmy untuk menjadi sahabat pena Ryan pada tahun 1999, setelah sumur Ryan yang pertama di samping Angolo Primary School di utara Uganda diresmikan. Ketika kami mengunjungi Uganda , Jimmy menyatakan kerinduannya untuk dapat bersekolah di Kanada.
Saat kami di Uganda , Jimmy dan Ryan sering main bersama. Mereka sangat menikmati persahabatan mereka. Ryan tahu bahwa Jimmy adalah seorang anak laki-Iaki biasa seperti dirinya meskipun Jimmy terkenal sebagai pemain sepak bola yang hebat. Setelah mendapat izin dari Sophia Ameny, wali Jimmy pada saat itu, dan Jimmy sendiri, pada musim gugur 2000, kami mulai mempelajari kemungkinan untuk mengadopsi Jimmy. Ternyata, ada larangan untuk mengadopsi anak di atas usia 3 tahun kecuali ada hubungan darah atau kondisi lain yang meringankan. Banyak orang mengatakan bahwa kami tidak akan diperbolehkan mengadopsi Jimmy. Maka, selama beberapa tahun, kami hanya mengirimkan uang ke Uganda supaya Jimmy dapat tetap bersekolah.
Pada tanggal 25 Oktober 2002, teman kami dari The Canadian Physicians for Aid and Relief (sebuah lembaga sosial yang berkantor pusat di Toronto ) pergi mengunjungi Otwal. Mereka memperoleh informasi bahwa Jimmy Akana pernah diculik namun berhasil melarikan diri. Tetapi, dua orang sepupunya terbunuh dan dua lagi diculik lalu dinyatakan hilang. Akhirnya, suami dan saya sepakat bahwa kami harus mengadopsi Jimmy. Kami meminjam uang dan membayar seorang penasehat hukum. Jimmy memohon status sebagai pengungsi dari pemerintah Kanada pada bulan Juli 2003 dan memperolehnya pada bulan September 2003. Kami sungguh terharu! Sekarang anak kami bertambah satu. Jimmy dan Jordan saat ini menjadi teman sekelas di St. Michael Catholic High School di kelas 9. Ryan juga bersekolah di sana . Saat ini, Ryan kelas 7. Keegan, anak bungsu kami, masih kelas 4 di Holy Cross School .
D : Terima kasih, Susan dan Ryan, untuk semua cerita kalian. Susan, dengan semua kesibukan Ryan, bagaimana caramu dan suami membagi waktu untuk pekerjaan, untuk keluarga dan untuk mendampingi anak-anak?
S : Suami saya, Mark adalah seorang detektif dan saat ini ditugaskan untuk mendampingi kaum muda. Saya sendiri bekerja sebagai konsultan untuk pemerintah Ontario . Pekerjaan untuk Ryan's Well Foundation, kami lakukan setelah saya dan suami pulang kerja dan anak-anak selesai mengerjakan PR. Ryan's Well Foundation adalah yayasan yang didirikan Ryan di bulan April 2001 untuk menggalang dana bagi penggalian sumur di Afrika. Hingga saat ini, Ryan's Well Foundation sudah membangun lebih dari 70 buah sumur di Afrika.
Sebagai orang Katholik, kami berusaha untuk sebisa mungkin berkumpul bersama seluruh keluarga pada jam makan di mana kami juga berdoa untuk orang-orang yang kurang beruntung dibanding kami. Kalau Ryan tidak ada acara perjalanan, kami juga berusaha menghadiri misa akhir minggu bersama seluruh keluarga.
D: Dan, kamu, Ryan, dengan kesibukanmu di sekolah dan di Ryan's Well Foundation, apakah kamu masih punya waktu untuk melakukan kegiatan lain?
R : Ya, saya selalu punya waktu untuk berdoa. Saya juga menjadi asisten kapten dalam sebuah ice hockey team. Saya suka main basket, saya suka membaca dan saya suka tertawa. Saya suka bermain dengan Riley, anjing saya; dengan Jimmy, sahabat yang sekarang menjadi abang saya; dengan Jordan dan Keegan, abang dan adik saya.
D : Hebat, Ryan! Kamu memang anak yang luar biasa!
R : Oh, jangan katakan itu! Saya adalah anak laki-laki yang biasa-biasa saja. Tuhan memberi saya orangtua yang sangat mendukung anak-anak mereka; sebuah keluarga yang bahagia. Saya pergi ke sekolah dan saya menikmati hobi, melewatkan banyak waktu bersama teman-teman. Satu hal yang saya percaya, Tuhan mempunyai maksud tertentu ketika la menciptakan kita sebagai makhluk yang tidak sempurna. Seandainya kita semua diciptakan menjadi makhluk yang sempurna, kita tidak dapat berbuat apa-apa untuk menjadikan dunia ini menjadi sebuah tempat yang lebih baik. Dan saya juga percaya, jika kita semua, tua-muda, orang dewasa maupun anak-anak, bekerja sama memperbaiki dunia, maka mimpi kita akan menjadi nyata. Suatu hari nanti, semua orang di muka bumi ini akan bisa minum air bersih! Yang perlu kita lakukan adalah bekerja keras dengan sepenuh hati, melakukan segala sesuatu dengan hati yang penuh kasih dan senantiasa berdoa mohon bantuan rahmat Tuhan".
Sumber : Andreas Kids - Warta Andreas No. 11, Th. XVII, November 2003, Media Komunikasi Paroki Kedoya, Gereja St. Andreas, Jakarta Barat
Sumur Ryan Hreljac
Ryan Hreljac adalah seorang anak laki-laki berumur duabelas tahun. Ryan tinggal bersama keluarganya di sebuah desa, di perbatasan kota Kemptville. Kota Kemptville terletak di sebelah selatan Ottawa , ibu kota Kanada. Jarak Kemptville dan Ottawa dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih setengah jam.
Meskipun usianya masih sangat muda. Ryan kecil punya sebuah mimpi yang sangat besar. Ryan ingin melihat semua orang Afrika bisa minum air bersih! Sejak berumur enam tahun dan masih duduk di kelas satu SD, Ryan sudah bekerja keras agar mimpinya dapat menjadi kenyataan. Karena kerja kerasnya itu, Ryan terpilih untuk menerima hadiah istimewa: pada tanggal 16 Oktober 2003 ia menerima Komuni Kudus langsung dari tangan Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II dalam Misa Peringatan 25 tahun masa kepausan beliau! Yuk, kita simak obrolan Kak Dewi dengan Ryan dan Susan (mamanya Ryan).
D : Hai, Ryan! Bagaimana perasaanmu ketika terpilih untuk menerima Komuni Kudus dari Bapa Suci Yohanes Paulus II dalam Yubileum Perak Kepausan beliau?
R : Wah! Saya merasa mendapat kehormatan yang luar biasa! Sampai sekarang, saya kadang-kadang masih merasa tidak percaya bahwa saya terpilih!
D : Bagaimana ceritanya sampai kamu bisa terpilih?
R : Romo Alvaro Correa memintakan izin dari Vatikan agar saya boleh menerima Komuni tersebut. Romo Alvaro adalah pastor yang berasal dari Meksiko dan bekerja di Roma. Beliau mengajar di seminari-seminari. Bulan Februari yang lalu, beliau membaca sebuah tulisan tentang kegiatan saya dalam majalah Italia bernama "Familiar Christiana" dan sejak itu kami berteman.
D : Apa saja kegiatanmu selama di Roma?
R : Saya bersama Papa dan Mama melewatkan beberapa hari yang sangat menyenangkan bersama Romo Alvaro. Saya juga berbicara di beberapa sekolah dan gereja di utara Italia sebelum ke Roma. Perjalanan kami kali ini diatur oleh sekelompok anak muda dari kota Cremona . Saya bertemu dengan banyak orang yang mengagumkan dan menyimpan banyak kenangan.
D : Bisa ceritakan, sejak kapan kamu mempunyai mimpi yang begitu hebat?
R : Waktu itu, tahun 1997, umur saya masih 6 tahun dan duduk di kelas satu SD. Suatu hari, bu guru Prest bercerita tentang orang-orang di Afrika yang sangat miskin dan menderita. Saya sangat iba mendengar bahwa ada orang-orang yang tidak bisa minum air bersih. Mereka minum air kotor dari rawa dan sungai yang membuat mereka sakit dan mati. Kata bu guru, kalau saya punya uang 70 dolar, saya bisa menolong mereka. Jadi, sepulang sekolah, saya minta uang pada Papa dan Mama.
D : (Bertanya kepada Susan) Lalu, bagaimana reaksi Papa dan Mama?
S : Kami bangga dengan ketulusan hati Ryan, tapi bingung juga. Kami tidak bisa membayangkan bagaimana caranya seorang anak kelas satu SD dari Kanada mau menggali sebuah sumur untuk orang-orang di Afrika! Tapi saya dan Mark, suami saya, sangat percaya bahwa keinginan Ryan itu adalah panggilan Tuhan dan kami sepakat untuk mendukungnya. Kami beri dia semangat untuk melakukan pekerjaan tambahan di luar tugas rutinnya memberi makan anjing dan merapikan tempat tidur pada saat itu. Untuk semua pekerjaannya, dia akan mendapat upah.
D : Kemudian, apa yang kamu lakukan, Ryan?
R : Setiap malam saya berdoa, "Tolonglah, Tuhan, berkati Papa dan Mama serta abang dan adik saya. Dan tolonglah agar semua orang di Afrika bisa minum air bersih." Saya percaya, doa seorang anak kecil bisa mendatangkan rahmat Tuhan yang membuat mimpi menjadi kenyataan! Tapi saya juga tahu bahwa supaya mimpi menjadi nyata, saya harus bekerja keras dengan sepenuh hati. Jadi, selama beberapa minggu saya membantu membersihkan perabotan rumah, memberi makan anjing dan merapikan tempat tidur. Saya juga membersihkan jendela, menyapu garasi, membantu tetangga membersihkan halaman rumah, memunguti ranting-ranting pohon yang berserakan di jalan setelah badai es, mengumpulkan pucuk pinus untuk nenek yang suka membuat kerajinan tangan. Setiap sen upah yang saya terima, saya tabung. Setiap malam, saya selalu mengakhiri doa dengan kalimat, "Tuhan, tolonglah saya agar bisa mendapatkan air bersih untuk orang- orang miskin di Afrika."
D : Lalu, apa yang terjadi?
R : Empat bulan kemudian, Papa dan Mama mengantar saya ke kantor WaterCan, sebuah organisasi di Ottawa yang menangani penggalian sumur-sumur di Afrika. Saya perlihatkan seluruh uang tabungan saya kepada Nicole Bosley, direktur organisasi tersebut. Eh, dia bilang, "Terima kasih, Ryan. Tapi 70 dolar hanya cukup untuk membeli sebuah pompa. Untuk menggali sebuah sumur, kamu perlu 2.000 dolar". Jadi saya jawab,"Baiklah, saya akan bekerja lebih keras lagi."
D: Apa yang kamu lakukan sesudah itu?
R : Saya kerja keras dari musim semi, musim panas hingga musim gugur. Setiap minggu, saya mendapat beberapa dolar dan saya tabung. Brenda, teman Mama yang bekerja di koran "the Kemptville Advance", menulis sebuah cerita tentang proyek saya. Beberapa pembaca yang tergerak hatinya mulai memberikan sumbangan. Kemudian, koran "the Ottawa Citizen" juga menerbitkan cerita tentang "Sumur Ryan".
Ketika saya berumur 7 tahun, sebuah stasiun televisi menayangkan cerita tentang mimpi saya. Sumbangan mulai membanjir dan saya berhasil mengumpulkan 1.000 dolar. Kemudian, The Canadian International Development Agency yang bekerja sama dengan WaterCan, menghadiahkan program penggandaan. Untuk setiap dolar yang berhasil saya kumpulkan, mereka akan menyumbangkan sejumlah yang sama, sehingga menjadikannya dua kali lipat.
D : Wah, berarti, pada umur 7 tahun, kamu sudah mengumpulkan 2.000 dolar, dana yang cukup untuk menggali sebuah sumur di Afrika!
R: Begitulah. Syukur kepada Tuhan. Saya dan Mama lalu diundang ke pertemuan khusus dengan WaterCan. Dalam pertemuan itu, saya bertemu Gizaw Shibru, direktur the Canadian Physicians for Aid and Relief (CPAR) untuk Uganda . Kami berdua memilih tempat untuk sumur yang akan digali, sumur pertama saya. Kami memilih Angolo Primary School . Shibru menjelaskan bahwa sumur itu akan digali dengan tangan karena biaya untuk pengeboran sangat mahal. Untuk mengebor sebuah sumur kecil saja diperlukan 25.000 dolar. Spontan saya berkata, "Mungkin saya bisa mulai mengumpulkan uang untuk pengeboran supaya Anda bisa menggali lebih banyak sumur."
D : Luar biasa. Jadi, kamu semakin giat menggalang dana lagi sesudah itu?
R : Ya, dengan dukungan seluruh keluarga. Keegan, adik saya, membantu menempelkan perangko pada surat-surat yang akan saya kirim. Jordan , abang saya, membantu membuat peralatan audio visual supaya saya bisa memberi presentasi yang meyakinkan tentang proyek saya.
D : Bagaimana caramu membagi waktu untuk studi dan untuk semua kegiatanmu?
R : Setiap hari, setelah mengerjakan PR, saya mengunjungi sejumlah klub untuk menyampaikan presentasi tentang proyek saya. Semakin banyak saya memberi presentasi, semakin banyak sumbangan yang datang. Teman-teman sekelas saya di kelas dua menempatkan sebuah kotak sumbangan di ruang kelas dan memulai kampanye sahabat pena dengan murid-murid Angolo Primary School . Sahabat pena saya yang pertama adalah Jimmy Akana, seorang anak yatim piatu yang pada waktu itu berumur 8 tahun.
BULAN Januari 1999, keluarga Hreljac menerima kabar bahwa Sumur Ryan telah menjadi berkat bagi banyak orang kampung yang kehausan. Malam itu, Ryan menambahkan satu permohonan dalam doanya, "Tuhan, jagalah sahabat-sahabat saya, Jimmy dan Gizaw, dan izinkan saya melihat sumur saya suatu hari nanti." Orangtua Ryan mengatakan bahwa mereka bisa mulai menabung supaya dapat pergi ke Uganda , tetapi mungkin Ryan perlu menunggu sampai umur 12 tahun agar tabungan mereka cukup untuk biaya perjalanan itu.
Tetangga sebelah rumah keluarga Hreljac, Beverly dan Bruce Paynter, sering melakukan perjalanan dengan pesawat terbang dan memperoleh point penerbangan gratis yang diberikan perusahaan penerbangan sebagai ungkapan terima kasih untuk perjalanan mereka. Pada tanggal 1 Januari 2000, suami isteri tersebut menghadiahkan semua point yang mereka kumpulkan kepada keluarga Hreljac.
Bulan Juli 2000, Mark, Susan dan Ryan terbang ke Afrika menggunakan sumbangan dari tetangga sebelah, ditambah sumbangan dari beberapa donatur lain. Gizaw Shibru menjemput mereka dengan sebuah truk. Ketika mereka tiba di Angolo, ratusan orang berdiri di sepanjang jalan sambil bersorak, "Rayan! Rayan! Rayan!" Anak-anak sekolah berseragam putih biru berdiri di sepanjang jalan dan bertepuk tangan ketika Ryan berjalan menuju sumurnya. Sumur itu dihiasi bunga-bunga dan diukir dengan tulisan: Sumur Ryan, dibangun oleh Ryan H. Di sanalah Ryan berjumpa dengan Jimmy untuk pertama kalinya. Mereka. memompa bersama dan memancarlah air bening dari saluran pompa tersebut. Kedua anak laki-Iaki itu bersama-sama menadah air dengan tangan mereka dan meminumnya. Air yang telah mereka mimpikan bersama sejak lama!
Di bawah ini adalah cerita Susan tentang Jimmy Akana:
Jimmy Akana lahir di desa Otara, wilayah Abela, negara bagian Otwal pada tahun 1989. Dalam usia sangat muda, dia sudah ditinggal mati oleh ayahnya. Pada saat ayahnya meninggal, ibunya diculik oleh sekelompok orang bersenjata yang membenci umat Katholik dan diperkirakan sudah terbunuh. Pada tahun 1994, Sophia Ameny, tantenya yang tinggal di Otwal mengadopsi Jimmy. la tinggal bersama tantenya hingga musim panas tahun 2002 ketika kegiatan pemberontakan di daerah tersebut semakin menjadi-jadi dan keluarga Sophia Ameny terpaksa mengungsi.
Jimmy mulai bersekolah pada tahun 1996. Nilainya selalu berada di peringkat atas. Itulah sebabnya kami memilih Jimmy untuk menjadi sahabat pena Ryan pada tahun 1999, setelah sumur Ryan yang pertama di samping Angolo Primary School di utara Uganda diresmikan. Ketika kami mengunjungi Uganda , Jimmy menyatakan kerinduannya untuk dapat bersekolah di Kanada.
Saat kami di Uganda , Jimmy dan Ryan sering main bersama. Mereka sangat menikmati persahabatan mereka. Ryan tahu bahwa Jimmy adalah seorang anak laki-Iaki biasa seperti dirinya meskipun Jimmy terkenal sebagai pemain sepak bola yang hebat. Setelah mendapat izin dari Sophia Ameny, wali Jimmy pada saat itu, dan Jimmy sendiri, pada musim gugur 2000, kami mulai mempelajari kemungkinan untuk mengadopsi Jimmy. Ternyata, ada larangan untuk mengadopsi anak di atas usia 3 tahun kecuali ada hubungan darah atau kondisi lain yang meringankan. Banyak orang mengatakan bahwa kami tidak akan diperbolehkan mengadopsi Jimmy. Maka, selama beberapa tahun, kami hanya mengirimkan uang ke Uganda supaya Jimmy dapat tetap bersekolah.
Pada tanggal 25 Oktober 2002, teman kami dari The Canadian Physicians for Aid and Relief (sebuah lembaga sosial yang berkantor pusat di Toronto ) pergi mengunjungi Otwal. Mereka memperoleh informasi bahwa Jimmy Akana pernah diculik namun berhasil melarikan diri. Tetapi, dua orang sepupunya terbunuh dan dua lagi diculik lalu dinyatakan hilang. Akhirnya, suami dan saya sepakat bahwa kami harus mengadopsi Jimmy. Kami meminjam uang dan membayar seorang penasehat hukum. Jimmy memohon status sebagai pengungsi dari pemerintah Kanada pada bulan Juli 2003 dan memperolehnya pada bulan September 2003. Kami sungguh terharu! Sekarang anak kami bertambah satu. Jimmy dan Jordan saat ini menjadi teman sekelas di St. Michael Catholic High School di kelas 9. Ryan juga bersekolah di sana . Saat ini, Ryan kelas 7. Keegan, anak bungsu kami, masih kelas 4 di Holy Cross School .
D : Terima kasih, Susan dan Ryan, untuk semua cerita kalian. Susan, dengan semua kesibukan Ryan, bagaimana caramu dan suami membagi waktu untuk pekerjaan, untuk keluarga dan untuk mendampingi anak-anak?
S : Suami saya, Mark adalah seorang detektif dan saat ini ditugaskan untuk mendampingi kaum muda. Saya sendiri bekerja sebagai konsultan untuk pemerintah Ontario . Pekerjaan untuk Ryan's Well Foundation, kami lakukan setelah saya dan suami pulang kerja dan anak-anak selesai mengerjakan PR. Ryan's Well Foundation adalah yayasan yang didirikan Ryan di bulan April 2001 untuk menggalang dana bagi penggalian sumur di Afrika. Hingga saat ini, Ryan's Well Foundation sudah membangun lebih dari 70 buah sumur di Afrika.
Sebagai orang Katholik, kami berusaha untuk sebisa mungkin berkumpul bersama seluruh keluarga pada jam makan di mana kami juga berdoa untuk orang-orang yang kurang beruntung dibanding kami. Kalau Ryan tidak ada acara perjalanan, kami juga berusaha menghadiri misa akhir minggu bersama seluruh keluarga.
D: Dan, kamu, Ryan, dengan kesibukanmu di sekolah dan di Ryan's Well Foundation, apakah kamu masih punya waktu untuk melakukan kegiatan lain?
R : Ya, saya selalu punya waktu untuk berdoa. Saya juga menjadi asisten kapten dalam sebuah ice hockey team. Saya suka main basket, saya suka membaca dan saya suka tertawa. Saya suka bermain dengan Riley, anjing saya; dengan Jimmy, sahabat yang sekarang menjadi abang saya; dengan Jordan dan Keegan, abang dan adik saya.
D : Hebat, Ryan! Kamu memang anak yang luar biasa!
R : Oh, jangan katakan itu! Saya adalah anak laki-laki yang biasa-biasa saja. Tuhan memberi saya orangtua yang sangat mendukung anak-anak mereka; sebuah keluarga yang bahagia. Saya pergi ke sekolah dan saya menikmati hobi, melewatkan banyak waktu bersama teman-teman. Satu hal yang saya percaya, Tuhan mempunyai maksud tertentu ketika la menciptakan kita sebagai makhluk yang tidak sempurna. Seandainya kita semua diciptakan menjadi makhluk yang sempurna, kita tidak dapat berbuat apa-apa untuk menjadikan dunia ini menjadi sebuah tempat yang lebih baik. Dan saya juga percaya, jika kita semua, tua-muda, orang dewasa maupun anak-anak, bekerja sama memperbaiki dunia, maka mimpi kita akan menjadi nyata. Suatu hari nanti, semua orang di muka bumi ini akan bisa minum air bersih! Yang perlu kita lakukan adalah bekerja keras dengan sepenuh hati, melakukan segala sesuatu dengan hati yang penuh kasih dan senantiasa berdoa mohon bantuan rahmat Tuhan".
Sumber : Andreas Kids - Warta Andreas No. 11, Th. XVII, November 2003, Media Komunikasi Paroki Kedoya, Gereja St. Andreas, Jakarta Barat
0 Responses
Posting Komentar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)