Kelemahan
Renungan Kristen Sehari-hari

Kelemahan
2 Kor 12:7-10


Kehidupan ini penuh dengan hal-hal yang tak terduga. Kerap kali terjadi sesuatu hal di luar kendali kita. Sebaik apapun kita berusaha atau sebaik apapun kita berencana terkadang terjadi sesuatu hal di luar harapan kita. Kita ingin memiliki kehidupan rohani yang terus meningkat dari hari ke hari. Kita ingin semakin mengenal Dia sama seperti Dia mengenal kita. Namun, mengapa terjadi hal yang sebaliknya?

Terkadang kita berlaku seperti seorang yang rohani. Terkadang pula kita bertindak biasa-biasa saja. Bahkan terkadang kita berlaku munafik di hadapan orang. Frustrasi? Ada saatnya di mana kita menjadi frustrasi akan kehidupan kita sendiri. Merasa gagal karena tidak dapat mencapai standar yang telah kita tetapkan sebelumnya. Apa yang salah? Apakah kita terlalu keras terhadap diri kita sendiri? Ataukah diri kita yang lemah dalam bersikap tegas?

Dalam satu bagian kehidupan kita yang lama kita pernah mencoba buah terlarang. Bahkan mungkin dalam kehidupan kita yang baru pun seringkali kita tergoda untuk mencobanya lagi. Tinggal di luar kehendak Allah. Tinggal di luar kediaman-Nya. Membunuh kepercayaan yang telah Dia berikan kepada kita. Memberikan ciuman tipuan kepada-Nya sama seperti Yudas memperlakukan Yesus. Berkhianat dan menjadi seorang pengkhianat. Ya... seorang pengkhianat yang masih memakai jubah orang yang telah ditebus.

Terkadang kita merasa sulit sekali untuk memulai hari. Enggan menggerakkan badan atau setidaknya membuka mata. Hati kita merasa gelisah. Benarkah aku harus menghadapi kenyataan hidup ini? Merasa lelah menghadapi setiap penghalang-penghalang yang kerap kali muncul dalam kehidupan kita. Apa yang salah?

Terkadang kita hanya duduk diam termenung di atas sofa empuk yang kita miliki. Tidak berusaha melakukan sesuatu yang berguna dan bermanfaat, setidaknya menurut pandangan kita sendiri. Terkadang kita berbohong, terkadang kita seperti pengkhotbah, dan terkadang kita berlaku munafik. Apa yang salah?

Di manakah kehidupan rohani yang diberkati itu? Mengapa hati kita kini seperti gurun yang kering, jauh dari bayangan kita tentang padang rumput yang hijau dekat dengan aliran sungai. Kita merasa kehilangan masa-masa indah ketika pertama kali mengenal Dia. Ketika pertama kali merasakan jamahan kasih-Nya yang lembut dan menyejukkan itu. Cinta pertama bersama Dia, adalah hari yang tidak akan pernah terlupakan. Momen itu adalah suatu momen di mana kita untuk pertama kalinya menemukan kasih yang sejati, kasih yang kita cari-cari dan nantikan. Kasih yang dicari-cari oleh banyak orang.

Betapa beruntungnya kita. Betapa indahnya hari itu.

Tetapi, mengapa kini keadaan kita begitu tandus? Membuat kita menjadi skeptis terhadap orang-orang yang menyatakan bahwa hidup di dalam Tuhan itu selalu sejuk. Berdoa 24 jam. Memikirkan Tuhan 24 jam. Mungkinkah? Atau hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melakukannya?

Apa yang seharusnya kita lakukan? Bagaimana mengatasi kelemahan-kelemahan ini? Kristus ketika menginjakkan kakinya di bumi membawa pengajaran yang berbeda dan meruntuhkan setiap standar atau harapan ideal dari para pendengarnya. Khotbah di bukit yang terkenal itu menimbulkan suatu pertanyaan.

Matius 5:1-12
1 Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya.
2 Maka Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya:
3 "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
4 Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.
5 Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
6 Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
7 Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.
8 Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
9 Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
10 Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
11 Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.
12 Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu."

Saya percaya kita tidak merasa asing lagi dengan Ucapan Bahagia ini. Ketika kita mengikuti katekhisasi di gereja, kita diminta untuk menghapalkannya. Yah… menghapalkannya. Apakah kita memahaminya? Bila kita bertanya terhadap diri kita sendiri, jawaban apakah yang akan kita berikan?

Bagaimana mungkin seorang yang berdukacita dikatakan berbahagialah. Bagaimana mungkin seorang yang miskin dikatakan berbahagialah. Apa maksud semuanya ini? Dunia tidak berkata seperti ini? Dunia berkata bahwa kita dapat memaksimalkan potensi kita dengan menyangkali kelemahan kita. Percaya diri bahwa kita bisa mengatasinya sendiri dengan pedoman-pedoman praktis seperti yang tertulis dalam buku. Apa yang dikatakan dan diajarkan oleh dunia ini jauh berbeda dengan apa yang diajarkan oleh Alkitab.

Bagaimana mengatasi kelemahan-kelemahan dan tekanan hidup ini? Bagaimana sikap Paulus terhadap kelemahannya?

2 Kor 11:29-30
29 Jika ada orang merasa lemah, tidakkah aku turut merasa lemah? Jika ada orang tersandung, tidakkah hatiku hancur oleh dukacita?
30 Jika aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku.

2 Kor 12:7-10
7 Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri.
8 Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku.
9 Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.
10 Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.

Apa maksud Paulus dengan perkataannya ini? Apa maksudnya "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna". Jangan anggap remeh saudaraku yang kekasih, sebab Tuhan sendiri yang berkata demikian.

Baiklah…. Renungan kita kali ini tidaklah serumit yang anda bayangkan. Mari kita periksa kehidupan kita masing-masing. Kehidupan rohani yang diberkati namun juga terkadang disertai dengan intermezzo, suatu kehidupan yang sulit dan gersang. Bagaimana sikap kita terhadap kehidupan yang sulit dan gersang ini? Bagaimana sikap hati kita terhadap kelemahan yang kita miliki?

Jawabannya adalah merendahkan diri di hadapan Allah. Justru di dalam kelemahanlah kita akan bergantung penuh kepada Allah. Bila kita tidak merasa lemah, kita akan mengabaikan Kristus dan pengorbanan-Nya. Bila kita tidak merasa lemah, tentu kita merasa kuat dan ini akan membuat kita sombong di hadapan Allah.

Ada sisi positif dari kelemahan yang kita miliki. Itu membuat Kuasa Kristus menjadi sempurna di dalam kita. Kita percaya bahwa Kristus sudah menanggung segala kelemahan-kelemahan kita. Namun, mari kita melihat kelemahan dari sisi yang lain. Dari sisi yang Paulus gumulkan. Kelemahan berarti ketidakmampuan 'diri kita sendiri' dalam mencapai standar Allah. Kelemahan berarti ketidakmampuan kita dalam berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan diri kita sendiri.

Hari demi hari yang kita lalui, adalah hari-hari yang dipenuhi dengan anugerah Allah. Anugerah yang memampukan kita untuk hidup berkenan kepada Allah. Hidup kudus di hadapan-Nya. Cara pandang kita seharusnya berubah dalam memandang kelemahan kita sendiri. Kelemahan justru menjadi sarana untuk mengingatkan kita akan ketidakmampuan kita di luar Allah. Justu di dalam kelemahanlah Kuasa Kristus menjadi sempurna. Kelemahan membuat kita bergantung kepada Dia. Kelemahan membuat kita merendahkan diri di hadapan Dia, hari demi hari, bahwa segala perbuatan yang baik itu adalah karena Dia yang memampukan kita.

Kita dapat hidup kudus dan berkenan di hadapan Tuhan semata-mata karena anugerah Tuhan. Kita bisa mengenal Dia semata-mata karena anugerah Tuhan. Kita memiliki apa yang kita punyai sekarang semata-mata karena anugerah Tuhan. Segala sesuatu yang terjadi di dalam kehidupan kita semata-mata karena anugerah Tuhan.

Entah apa yang akan terjadi seandainya kita tidak memiliki kelemahan. Tetapi saya yakin, tidak ada satupun manusia tidak memiliki kelemahan. Suatu potensi yang membuat manusia sadar bahwa tanpa Tuhan dia tidak dapat melakukan apa-apa. Suatu komponen yang membuat kuasa Tuhan menjadi sempurna.

Bersyukurlah kepada Tuhan buat kebaikan dan anugerah-Nya. Mintalah kepada Tuhan agar Ia memberikan pemahaman yang benar tentang kelemahan kita sendiri, sama seperti Paulus alami. Belajar untuk bermegah atas kelemahan kita, supaya kuasa Kristus turun menaungi kita. Teruslah berharap dan berdoa agar Tuhan menunjukkan keajaiban-keajaiban dari Firman-Nya. Saya percaya, kelemahan bukan lagi menjadi suatu penghalang, melainkan sarana untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Hanya bersama Dia, kita akan dapat mengatasi tekanan hidup dan kelemahan-kelemahan kita

Teruslah berharap dan berdoa agar Tuhan menunjukkan keajaiban-keajaiban dari Firman-Nya
0 Responses